Berita Senayan
Network

Gedung DPR/MPR, Karya Arsitek-Arsitek Indonesia yang Dikagumi

Muhammad Shofa
Laporan Muhammad Shofa
Selasa, 30 September 2025, 09:36:01 WIB
Gedung DPR/MPR, Karya Arsitek-Arsitek Indonesia yang Dikagumi
Pembangunan Gedung Senayan tempo dulu.



Oleh : Laurens Samsoeri*

JAKARTA, BERITA SENAYAN – Tidak ada seorangpun yang menyangkal bahwa gedung MPR/DPR di Senayan cukup megah. Bahkan tidak kurang dari seorang Kepala Negara menyatakan kekagumannya atas bangunan ini. Presiden Ferdinand Marcos, Kepala Negara Filipina, adalah tamu luar negeri pertama yang mengunjungi Gedung MPR/DPR. Dia pulalah yang menyatakan kekaguman atas karya para ahli teknik bangsa Indonesia.

Kemudian berturut-turut beberapa tamu negara mendapat kesempatan mengunjungi gedung ini dan menyatakan kekagumannya.

Apabila kita mencoba untuk mengingat-ingat kembali sejarah lahirnya gedung ini maka kita tentunya tidak akan lepas dari beberapa nama yang cukup menonjol. Almarhum Soekarno, bekas Presiden RI adalah pencetus gagasan untuk membangun gedung ini.

Pada mulanya gedung ini tidak disediakan untuk MPR/DPR. Gedung ini disediakan untuk gedung CONEFO (Conference of The New Emerging Forces) sebuah badan sebagai tandingan PBB. Kemudian gagasan ini menjadi punah setelah gagalnya Kup G.30.5S/PKI.

Anggapan

Beberapa kalangan ada yang beranggapan bahwa gedung ini adalah karya para ahli teknik Republik Rakyat Cina. Bahkan begitu gegabahnya mereka sampai beranggapan bahwa ahli-ahli Indonesia hanyalah sekedar tenaga-tenaga pelaksana saja dan tidak turut dalam merencanakan bangunan ini.

Tapi sederetan nama para ahli bangsa Indonesia yang terjun langsung kiranya merupakan saksi-saksi hidup yang dapat men ceriterakan secara panjang lebar bagaimana sibuknya mereka merencanakan dan membangun gedung MPR/DPR ini.

Ir. Soeyoedi dan kawan-kawannya adalah perencana bangunan ini ketika Pemerintah pada waktu itu mengeluarkan sayembara. Memang di samping Ir. Soeyoedi dengan kawan-kawan (dari unsur Dept. PUT) ada juga peserta-peserta lain yang turut dalam sayembara ini. Bina Karya, Virana Karya dan Perencana Jaya adalah perusahaan-perusahaan yang mencoba mengajukan rencana gambar, namun gagal dalam usaha mereka.

Rencana gambar yang diajukan dan berhasil terpilih adalah seperti apa yang kita lihat sekarang walaupun ada beberapa bagian yang tidak dilaksanakan. Misalnya, rencana untuk membangun sebuah kompleks pertokoan dan perkantoran di bawah tanah terpaksa dibatalkan mengingat biaya dan waktu kerja yang sangat terbatas.

Menurut rencana semula, di tempat yang sekarang ini dibuat kolam dengan air muncrat selain di bawah tanah dibangun sebuah kompleks pertokuan dan perkantoran. Di samping itu, untuk mencegah kemacetan lalu-lintas apabila ada kegiatan berupa sidang paripurna juga direncanakan sebuah jembatan berbentuk “Setengah Semanggi”. Ini juga gagal.

Yang Dikerjakan

Jadi yang sempat dikerjakan adalah bangunan persidangan,  gedung Sekretariat, Auditorium, Bangquette Hall dan beberapa bangunan pelengkap lainnya. Menurut Ir.Sutami, yang waktu itu  menjabat sebagai Deputy Pimpinan Umum Koprosef dan juga Ketua Tim IV/Pelaksana, untuk meng-goal-kan rencana Team Indonesia, mereka terpaksa bertindak sedikit nekad. Bayangkan saja,  seperti yang kita maklumi bersama, waktu itu (sekitar tahun 1965) Indonesia masih gandrung akan politik mercusuar dalam menyaingi PBB.

Dan satu-satunya negara yang cukup terpandang walaupun belum menjadi anggota PBB adalah Republik Rakyat Cina. Sehingga dukungan moril maupun materil dari negara ini tentunya merupakan faktor yang cukup menentukan keberhasilan CONEFO.

Sehingga ketika rencana gambar yang diajukan team ahli Indonesia diterima dan harus bersaing dengan rencana gambar dari Republik Rakyat Cina maka timbullah suatu kebulatan tekad diantara para ahli Indonesia untuk menghadapi bersama-sama segala kesulitan maupun kemungkinan yang akan timbul akibat dari persaingan tersebut.

Walaupun sempat rencana para ahli Indonesia terkatung-katung karena dihadapkan dengan kenyataan bahwa di Republik Rakyat Cina sendiri telah disiapkan bahan-bahan untuk bangunan tersebut, terdiri dari konstruksi baja, namun pada akhirnya Pemerintah Indonesia melanjutkan pelaksanaan pembangunan kompleks persidangan sesuai dengan gambar dan rencana yang telah ditetapkan semula.

Kepada mereka (ahli-ahli Indonesia) oleh Pemerintah diberi waktu 2 tahun untuk menyelesaikan pembangunan tersebut. Sesuai dengan Kepres. No.48/1965 tertanggal 8 Maret 1965 maka Menteri PUT, yang waktu itu adalah D. Suprayogi maka dibentuklah team-team

Team I sebagai Perencana dipimpin oleh Dipl. Ing. Soeyoedi, Team II sebagai tim Keuangan & Pembiayaan dipimpin oleh Soeparno dari Dept. Urusan Anggaran Negara, Team III untuk urusan Logistik dipimpin S.Danunagoro dan Team IV Pelaksana dipimpin oleh Ir. Soetami.

Diakui oleh perencana bangunan ini bahwa ia tidak lepas dari pengaruh design-design bangunan lain yang sudah ada. Seperti antara lain misalnya gedung karya Hendrich & Rettsnich di Dusseldorf dan Congress Hall di Berlin. Sehingga suara-suara yang menyatakan bahwa bangunan MPR/DPR adalah jiplakan dari bangunan lain dan tidak 100% murni tidak dapat disangkal atau dibenarkan, bangunan yang oleh segolongan orang dikatakan sebagai jiplakan adalah bangunan berbentuk kubah.

Kepakan Sayap

Bangunan berbentuk kubah ini menurut perencananya adalah melambangkan dinamika. Kubah yang terdiri dari dua bagian dengan diikat oleh balok dengan bentuk setengah lingkaran melambangkan kepakan sayap burung yang akan “take-off”.

Berbeda dengan bangunan Congress Hall di Berlin, maka kubah dari ruang sidang gedung MPR/DPR hanya ditahan oleh balok yang berbentuk setengah lingkaran. Bangunan di Berlin, pada sisi-sisi kubah terdapat tiang penyanggah. Sehingga seperti apa yang dikemukakan oleh Ir. Soeyedi, konsep dasar dari kubah gedung MPR/DPR berbeda dengan apa yang ada di Berlin. Bahkan ditambahkan bahwa gedung MPR/DPR telah lebih maju baik konsep maupun manifestasi bentuknya.

Tentang peralatan dan bahan bangunan. tentunya tidak terlepas dari kepercayaan sang perencana atas barang dan bahan yang pernah dipakainya. Sehingga dalam memilih bahan dan peralatannya sebahagian besar dibeli dari Eropa Barat, Amerika Serikat dan Jepang. Sedang peralatan Republik Rakyat Cina yang dipakai adalah untuk panggung di Banquette Hall. Inipun pada akhirnya tidak bisa dipakai karena di samping sudah ketinggalan zaman juga sudah ada beberapa bagian yang mengalami kerusakan. Sehingga apabila kita kembali kepada penilaian bahwa Republik Rakyat Cina mempunyai andil cukup besar dalam pelaksanaan bangunan tersebut ternyata tidak dapat dibenarkan.

Sejarah membangun gedung itu sendiri mempunyai cerita sendiri. Tidak kurang dari Ir. Soetami sendiri ikut waswas dan takut jangan sampai gagal pekerjaan membangun gedung ini. Menurut Ir. Soetami, banyak tenaga-tenaga lapangan terdiri dari mahasiswa-mahasiswa ITB dan GAMA ditambah dengan Perguruan Tinggi lainnya sesuai dengan darimana sang ahli berasal. Secara tidak henti-hentinya, selama 24 jam bangunan ruang sidang dikerjakan.

Konsultan yang dipakai adalah Ir. Ross dari Swiss yang juga menangani jembatan Semanggi pada waktu jembatan ini dikerjakan. Sehingga bangunan MPR/DPR ini adalah merupakan perpaduan antara kemampuan ahli Indonesia dengan teknologi Barat yang mereka pelajari.

Bangunan yang dikerjakan sejak 1965 terpaksa harus diselesaikan dalam waktu yang tidak menentu lamanya. Apabila di Jakarta ini secara cepat berdiri sebuah gedung bertingkat yang mewah dan mentereng, maka gedung MPR/DPR yang semula ingin dijadikan kebanggaan terpaksa tertunda-tunda penyelesaiannya dengan dana yang disediakan.

Kini apabila kita melongok sejenak di kompleks MPR/DPR maka masih ada bangunan yang tengah dikerjakan walaupun dengan lambat-lambat. Banquette Hall baru dikerjakan pemasangan marmer bagian luar sedang Auditorium masih dibiarkan menunggu penyelesaian.

Memang tepat penunjukan Presiden Soeharto menetapkan bahwa bekas gedung CONEFO ini dijadikan gedung MPR/DPR. Karena apabila kita melihat fasilitas yang sudah ada di kompleks gedung tersebut cukup memadai dengan kegiatan-kegiatan MPR/DPR.

Yang tinggal sekarang ini ialah kapan kompleks ini secara keseluruhan dapat kegiatan diselesaikan sehingga semua kegiatan MPR/DPR memang benar-benar tertampung di satu tempat. Apakah itu acara sidang-sidang maupun acara pertemuan atau jamuan-jamuan makan semuanya tertumpu di kompleks ini (red).

*Penulis adalah Wartawan Parlemen Sinar Harapan.

Disclaimer: Artikel berikut merupakan tulisan arsip yang pertama kali dimuat di Harian Sinar Harapan edisi 25 Maret 1976, karya wartawan Parlemen Harian Sinar Harapan, Sdr. Laurens Samsoeri. Redaksi BERITA SENAYAN memuat ulang tulisan ini semata-mata untuk kepentingan informasi, dokumentasi, dan pengetahuan publik mengenai sejarah gedung parlemen. Isi, gaya penulisan, maupun perspektif yang tercantum di dalam artikel ini sepenuhnya merupakan pandangan penulis pada zamannya dan tidak selalu mencerminkan sikap maupun pendapat redaksi Berita Senayan saat ini.

 


Berita terkait

Sayap Burung di Tengah Beton: Kisah Megah Kompleks MPR/DPR/DPD RI
Sayap Burung di Tengah Beton: Kisah...
30 September 2025, 02:57:04