10 Pilar Partai Golkar: Dari Pancasila, Menjadi Partai Modern, Menuju Peradaban Indonesia

Oleh : M Shoim Haris*
Pada Diklat Kader Muda PP AMPG, 4 Oktober 2025
Partai Golkar adalah salah satu pilar utama dalam sejarah politik Indonesia. Sejak awal kelahirannya, Golkar menempatkan diri sebagai partai pembangunan, partai karya, dan partai yang menjadi penopang stabilitas nasional. Dalam perjalanannya, Golkar telah melahirkan banyak pemimpin nasional, teknokrat, dan arsitek pembangunan yang berperan besar dalam membentuk wajah Indonesia.
Namun, dalam dunia yang terus berubah dengan cepat—disrupsi teknologi, globalisasi ekonomi, hingga dinamika geopolitik multipolar Golkar dituntut untuk terus memperbarui diri. Tantangan Golkar hari ini bukan hanya menjaga warisan sejarah, tetapi meneguhkan identitas modernnya agar tetap relevan. Dalam peta politik Indonesia yang kerap diwarnai dinamika tinggi, Partai Golkar hadir dengan sebuah filosofi perjuangan yang jelas dan terstruktur. Filosofi ini tidak sekadar kumpulan slogan, melainkan sebuah sistem pemikiran yang utuh dan berjenjang, dari fondasi yang paling filosofis hingga implementasi yang paling teknis.
Inilah 10 Pilar Partai Golkar, sebuah roadmap yang dirancang untuk menjawab tantangan zaman dengan konsistensi dan integritas.
Pertama, Pancasila: Fondasi yang Hidup dan Bernafas Bagi Golkar, Pancasila bukanlah mantra usang yang hanya dikumandangkan pada upacara kenegaraan. Ia adalah fondasi yang hidup, jiwa yang memberi nafas, dan kompas moral yang menuntun setiap langkah politik. Dalam konteks kekinian, Pancasila menjadi lensa untuk membaca realitas dan sumber nilai untuk merumuskan kebijakan.
Penempatan Pancasila sebagai Pilar pertama menegaskan bahwa segala aktivitas partai harus bersumber dari dan bermuara pada nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan. Ini
adalah komitmen untuk melakukan politik yang beradab dan berakar pada jati diri bangsa.
Kedua, Karya Kekaryaan: Paradigma Politik yang Membumi Dari Pancasila yang hidup, lahirlah Doktrin Karya Kekaryaan. Ini adalah paradigma atau cara pandang Golkar terhadap politik itu sendiri. Golkar menolak politik sebagai ajang perebutan kekuasaan semata yang seringkali berujung pada konflik tak produktif dan mengorbankan kepentingan rakyat. Bagi Golkar, politik harus menjadi instrument of service, alat pengabdian yang diwujudkan dalam bentuk karya nyata yang kontributif bagi kemajuan bangsa. Politik adalah tentang membangun, mencipta, dan memecahkan masalah, bukan sekadar meraih kursi.
Ketiga, pembangunan baru. Wilayah perjuangan yang konkret lantas, di mana karya-karya nyata itu diwujudkan? Jawabannya adalah dalam Pilar ketiga: Platform Pembangunan Baru. Ini adalah wilayah nyata dan konkret dari perjuangan Golkar. Pembangunan yang dimaksud bukanlah pembangunan fisik tradisional, tetapi sebuah pendekatan baru yang holistik.
Ia berbasis pada kesejahteraan rakyat, dipercepat dengan transformasi digital, dilandasi oleh prinsip ekonomi hijau (green economy), memastikan inklusi sosial, dan didukung oleh tata kelola yang bersih. Inilah medan tempur Golkar di meja perencanaan kebijakan, di lapangan pembangunan infrastruktur, dan dalam inovasi sosial.
Keempat, orientasi Kerakyatan, kebangsaan, dan inklusifitas; keberpihakan pembangunan baru. Pembangunan yang digerakkan harus memiliki arah yang jelas. Pilar keempat menegaskan orientasi tersebut: keberpihakan pada rakyat, bangsa, keberagaman, dan persatuan nasional. Setiap kebijakan dan karya harus diuji dengan pertanyaan: “Apakah ini untuk kepentingan rakyat banyak? Apakah ini memajukan bangsa? Apakah ini menghormati keberagaman kita? Apakah ini memperkuat persatuan Indonesia?”.
Orientasi ini untuk memastikan bahwa pembangunan tidak terjebak pada elitisisme, sektarianisme, atau pun semangat SARA. Penegasan orientasi ini oleh Ketua Umum Partai Golkar, Bung Bahlil Lahadalia , “ Suara Rakyat, Suara Golkar”. Partai Golkar terus tumbuh, berkembang dan berkiprah di tengah, bersama, dan untuk rakyat Indonesia.
Kelima, metoda politik karya: pendekatan yang saintifik, kolektif, dan etis
Bagaimana cara mewujudkannya? Pilar kelima menjabarkan metodenya: Politik Karya. Pendekatan ini memiliki tiga ciri utama. Pertama, saintifik: berbasis data, evidence-based policy, dan berorientasi outcome. Kedua, kolektif: dijalankan dengan semangat kolaborasi dan gotong royong, mengajak semua pihak untuk bersama-sama menyelesaikan masalah. Ketiga, etis: dilaksanakan dengan integritas tinggi, transparan, dan akuntabel. Politik Karya adalah antitesa dari politik nir-nilai dan politik belah bambu.
Keenam, karakter organisasi adaptif-ideologis: tangguh menghadapi zaman. Untuk menjalankan metode yang menuntut kelincahan tersebut, organisasi Partai Golkar sendiri harus memiliki karakter yang kuat. Pilar keenam mendefinisikan karakter itu sebagai Adaptif-Ideologis. Artinya, Golkar harus mampu secara lincah merespons perubahan zaman, tren global, dan disrupsi teknologi. Namun, kelincahan ini tidak berarti kehilangan arah. Partai harus tetap kokoh pada jati diri dan nilai-nilai Pancasilanya. Kemampuan untuk berubah tanpa kehilangan jati diri inilah yang menjadi kunci survival dan relevansi.
Ketujuh, kualifikasi kader teknokratik-inovatif: SDM yang cakap dan kreatif. Organisasi yang tangguh diisi oleh manusia-manusia unggul. Pilar ketujuh menetapkan kualifikasi kader Golkar: teknokratik-inovatif. teknokratik berarti memiliki kapasitas keilmuan, profesionalisme, dan kemampuan manajerial yang mumpuni. Inovatif berarti memiliki kreativitas, pola pikir yang terbuka terhadap hal baru, dan kemampuan untuk berinovasi dalam memberikan solusi. Golkar ingin kadernya bukan sekadar pengelola yang baik, tetapi juga pemecah masalah yang kreatif.
Kedelapan, kepemimpinan yang melayani (Servant Leadership): penggerak di semua
lini kader-kader yang berkualitas itu harus diproduksi menjadi pemimpin. Pilar kedelapan menekankan model kepemimpinan yang melayani (Servant Leadership). Pemimpin Golkar di semua level dari ranting hingga pusat harus memandang dirinya sebagai pelayan masyarakat. Fungsinya adalah untuk memudahkan, memberdayakan, dan menginspirasi. Gaya kepemimpinan ini berorientasi pada pembangunan berkelanjutan, yang bertujuan mensejahterakan rakyat, memajukan bangsa, dan menjaga kohesi sosial.
Kesembilan, sistem kaderisasi dan regenerasi: mesin penggerak masa depan. Agar kepemimpinan yang melayani itu berkelanjutan, diperlukan sebuah sistem yang menjamin regenerasinya. Pilar kesembilan adalah tentang membangun mesin tersebut: sebuah sistem kaderisasi dan regenerasi yang sistematis, modern, dan berbasis merit system. Sistem ini mencontoh corporate university, di mana kader melalui tahapan pelatihan dan penilaian yang terstruktur. Merit system memastikan bahwa yang maju adalah mereka yang memiliki kompetensi dan karakter, bukan karena pertimbangan primordial atau kedekatan semata. Ini adalah investasi jangka panjang untuk memastikan Golkar selalu memiliki pemimpin yang siap pada setiap generasi.
Kesepuluh, peradaban unggul Indonesia: tujuan akhir perjuangan. Akhirnya, dari seluruh rangkaian yang dimulai dari Pancasila hingga regenerasi, apa tujuan akhirnya? Pilar kesepuluh menjawabnya dengan visi yang mulia:
terwujudnya peradaban Indonesia unggul dan manusia Indonesia seutuhnya. Ini adalah cita-cita yang melampaui sekadar pertumbuhan ekonomi.
Peradaban unggul ditandai dengan pemenuhan kebutuhan material dan spiritual, terwujudnya keadilan sosial, dan kesejahteraan yang berkelanjutan. Manusia Indonesia Seutuhnya adalah manusia yang tidak hanya sejahtera secara ekonomi, tetapi juga bermartabat, berakhlak, dan berkontribusi bagi masyarakat.
Rangkaian yang menyatu dari kesepuluh pilar ini bukanlah entitas yang terpisah. Mereka adalah sebuah rangkaian
logika yang menyatu. Dari fondasi ideologis (Pancasila) melahirkan paradigma (Karya Kekaryaan), yang diwujudkan dalam platform (Pembangunan Baru) dengan orientasi (Kerakyatan & Kebangsaan) yang jelas. Perwujudannya menggunakan metode (Politik Karya) yang dijalankan oleh organisasi (Adaptif-Ideologis) berisi kader (Teknokratik-Inovatif) yang dipimpin oleh pemimpin (Servant Leadership) yang dihasilkan oleh sistem regenerasi (Kaderisasi Modern) untuk mencapai tujuan akhir (Peradaban Unggul).
Inilah jalan Golkar. Sebuah jalan yang menawarkan politik sebagai karya, pelayanan, dan harapan untuk mewujudkan Indonesia yang dicita-citakan.
*Penulis adalah Wakil Sekjend DPP Partai Golkar
Berita terkait

Krisis Legitimasi, Runtuhnya Kelas Menengah, dan...
Berita Terbaru

Karmila Sari Salurkan Beasiswa dan Chromebook...

Demokrat Puji Kedewasaan Politik Prabowo dan...
