Guru Madrasah Desak DPR Hapus Regulasi Diskriminatif Pendidikan Swasta

Rabu, 01 Oktober 2025, 10:03:13 WIB

JAKARTA, BERITA SENAYAN – Ketua Umum Persatuan Guru Madrasah Mandiri (PGMM), Tedi Malik, menegaskan bahwa guru madrasah swasta masih menghadapi diskriminasi kebijakan yang sistemik dan berlangsung lama. Hal ini ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Legislasi DPR RI dengan Perkumpulan Guru Madrasah Mandiri terkait kesejahteraan guru madrasah, Selasa (30/9/2025).
Menurut Tedi, madrasah swasta merupakan pilar penting dalam dunia pendidikan, namun justru dikecualikan dari berbagai kebijakan afirmatif pemerintah. “Madrasah swasta menjerit menahan sakit karena kebijakan yang timpang dan diskriminatif. Ketidakadilan ini terjadi secara menyeluruh, terstruktur, dan sudah lama tertanam dalam sistem,” tegasnya.
Tedi menyoroti Undang-Undang ASN, khususnya Pasal 32 ayat 3, Pasal 35, dan Pasal 36, yang hanya memberi kesempatan pendaftaran ASN PPPK bagi honorer di lembaga pemerintah. Aturan ini dinilai menutup pintu bagi guru madrasah swasta.
Selain itu, ia juga menyinggung UU Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 24 yang hanya mewajibkan pemerintah memenuhi kebutuhan guru di sekolah negeri. “Seharusnya amanat undang-undang juga berlaku bagi satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat,” ujar Tedi.
Ia menegaskan, ketentuan ini bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945 Pasal 31, serta Putusan MK Nomor 3/PUU/13/2024 yang menegaskan negara wajib membiayai pendidikan dasar tanpa diskriminasi, baik di sekolah negeri maupun madrasah.
Desak DPR Amandemen UU
PGMM meminta Badan Legislasi DPR RI mengamandemen regulasi-regulasi diskriminatif tersebut. Menurut Tedi, tanpa perubahan mendasar, guru madrasah akan terus tertinggal dari sisi hak, kesejahteraan, hingga akses kebijakan afirmatif.
“Kami berharap DPR segera mengambil langkah nyata agar guru madrasah tidak lagi diperlakukan sebagai warga kelas dua dalam dunia pendidikan,” tegasnya.
Tedi juga mengkritik Permendagri Nomor 15 Tahun 2024 tentang pedoman penyusunan APBD 2025. Aturan ini, kata dia, membuat bantuan hibah bagi madrasah sangat bergantung pada kehendak kepala daerah. “Kalau bupatinya suka, hibah diberikan. Kalau tidak, ya tidak. Ini tidak boleh terus terjadi,” ujarnya.
Ia menambahkan, meski madrasah berada di bawah Kementerian Agama, namun sejatinya fungsi madrasah adalah pendidikan umum berbasis Islam. Oleh karena itu, urusan pendidikan madrasah seharusnya bisa dibagi ke pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam PP Nomor 38 Tahun 2007 dan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
“Madrasah bukan sekadar lembaga agama. Ia adalah lembaga pendidikan yang berhak mendapat dukungan setara dari negara,” tutup Tedi (red)
Berita terkait

Ketika Gedung Parlemen Sunyi: Cerita di...

Janji Plasma 20 Persen Sawit untuk...

Kuasa Hukum Ungkap Dugaan Perampasan Tanah...

Warga Desa Ketapang Dituduh Mencuri Sawit...

Ahli Waris Protes Klaim Tanah oleh...

PGMM Kritik Aturan Hibah Daerah yang...
Berita Terbaru

Yahya Zaini Dorong Penguatan Program Kesehatan...

Agung Widyantoro Salurkan Beasiswa KIP Kuliah...
